Jumat, 07 Juni 2013

Menjemput Kematian.


Mengapa harus bingung menghadapi mati?
Mengapa harus lari dari ajal?
Sedang engkau selalu berpindah dari masa ke masa
Dari tiada ke ada, dari ada ke tiada.
Kau selalu lepaskan dan gantikan baju,
hingga mencapai empat kehidupan.
Jika kau tetap berada di sebuah keadaan,
dan kau teguh di sana dan tolak berpindah,
kau tetap berada pada keadaan awal,
dan tak 'kan sampai ke puncak tujuan kemanusiaan,
tak 'kan sampai ke tingkat kesempurnaan ruhani dan ilmu.
-Jalaluddin Rumi-

Setiap ingat akan kematian, rasanya hati ini bergetar... Kata yang keluar adalah Pertanggung jawaban... takut tapi ini suatu kepastian, akan dosa yang bertumpuk-tumpuk sanggupkah aku mempertanggung jawabkannya....  Ahhh, Kematian adalah suatu jalan, untuk bertemu dengan Rabbku, untuk bertemu dengan Rasulullah.... Semoga... aamiin

Mengingat jalan yang ku telusuri mampukah aku.... Abu Nuwas mengungkapkan rasa itu pun dalam syairnya:
Duhai Tuhanku, tak pantas aku jadi penghuni Firdaus
Tapi, Sungguh aku tak tahan bila berada didalam kobaran Jahanam
Maka, terimalah tobatku dan ampuni dosaku
Karena Engkaulah pengampun dosa besar

Dalam Syair rindu akan kematian Imam Al- Syafi'i berujar :
Kala hatiku mengeras dan jalanku menyempit
Kujadikan harapanku sebagai titian menuju ampunanMu
Tuhan, dosaku amat besar, tapi ampunanMu jauh lebih besar
Kau selalu ampunkan dosa, maafkan salah
Sungguh, sifatMu adalah pemurah
Seandainya bukan karena ridha-Mu, tak seorangpun digoda iblis
Betapa tidak! Insan pilihanMu, Adam, juga tergelincir olehnya.

Bagaimana dengan aku? :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar