Kamis, 28 Februari 2013

Untuk Ayah anak-anakku



Sebenarnya aku malu, menuliskan ini.. ada rona merah jambu bertahta dipipi, Saat  bait-bait tulisan ini mengalir dalam tuts-tuts keyboardku. Ehmmm, sebuah paragraf panjang yang kutulisnya, dengan tarikan nafas yang amat panjang. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang tak semelodi dengan harmoni instrument ketika cinta bertasbih yang sengaja kuputar untuk mengharukan suasana agar ku bisa masuk dan meresapinya

Kumulai dengan keterbatasanku,

Apakabar pria peradabanku?

Kabar imanmu?

Ragamu?

Ilmumu?

Mimpi-mimpimu?

Semoga kau disana baik-baik saja, dengan berjuta doa kutaburkan disetiap waktu penghambaanku agar kau diberi kesehatan iman, fisik, dan segala terbaik untukmu. Aku disini baik-baik saja, sedang terseok-seok memperbaiki diri agar pantas mendampingimu.. Agar bidadari cemburu padaku, saat tanganmu mengenggam tanganku sebab ada kalimat syukur pada Allah karena kau dikaruniai istri soleha…

Cinta, tau kah kau bahwa terkadang rindu ini berlari-lari dihatiku, merindukan kau datang disini melabuhkanku pada untaian cinta yang sempurnakan penghambaan kita padaNya.  Tapi adakalanya aku takut, kadang tak sengaja ku teteskan airmata, saat melihat diri ini yang masih penuh kekurangan. Aku takut cinta, saat aku tak bisa membuatmu utuh atau bahkan aku jadi penghalang kau terbang tinggi menuju tangga kesuksesan.  Aku takut tak bisa jadi ibu terbaik untuk anak-anak kita. Semoga itu tak terjadi cinta atau itu hanya rasa takutku saja, karena akan ku kayuh dayung pelajaran penuh hikmah dari perempuan peradaban yang dampingi pria peradaban serta Bunda yang lahirkan anak-anak keemasan. Semoga aku bisa belajar karena hadirku dalam hidupmu bukan mematahkan impianmu tapi saling melejitkan diri menjadi manusia yang lebih bermanfaat.

Cinta, banyaklah kita belajar dari orang-orang terdahulu yang rumah tangganya dipuji-puji dalam surat cintaNya, meresapinya agar rumah tangga kita bercahaya serta lahir anak-anak peradaban yang bisa ukir cita dan perubahan. Seperti keluarga Ibrahim, bapaknya para nabi, keluarga Imran yang lahirkan perempuan mulia yang disebutkan Rasulullah Perempuan sempurna,Mariyam namanya, dan Terutama belajar dari keluarga Manusia terbaik didunia Rasul kita,Muhammad saw. Banyaklah kita belajar dari keluarga yang jadi sebuah peringatan, agar aku tak seperti istri-istri para nabi yang dibinasakan atau kah kau yang menjadi Fir’aun, karena aku berada di istana tapi rasanya seperti neraka.

Aku tak bisa berkata lagi, aku tersekat oleh bulir-bulir air mata yang bersiap tumpah dipipiku… Dalam penantianku ada sedikit pesan yang kutitipkan dalam perjalan  kita..

Belajarlah dalam kesabaran Ayub
Berjalanlah bersama keberanian Ibrahim
Bacalah semesta melalui kecerdasan Sulaiman
Taklukan angkuh dunia dengan ketangguhan Musa
Himpunlah semua kebijksanaan Yakub
Katakanlah kebenaran semerdu suara Daud
Kasihilah sesama sepenuh cinta Isa
Lalu masukilah kebeningan dirimu
Bersama ketakwaan Muhammad
(Fahd Djibran dalam Perjalanan Rasa)

Banyak yang bisa kita pelajari dari orang-orang terpilih ini cinta, tak hanya dirimu tapi juga aku.. Kapan ya, kita bisa bertemu? Bulan depan kah? Bulan-bulan depan lagi? Tahun depan? Atau tahun-tahun depan lagi? Semoga tak lama dan ku yakin pertemuan itu adalah sebaik-baiknya pertemuan. Karena Allah tau waktu yang terbaik untuk pertemuan kita,,, rajutkan mimpi dan asa menuju surga dan keridhoanNya.

“Menikah, bagi mereka semata karena keinginan untuk menyempurnakan perintah Allah saw, sebagai bagian dari tarbiyah yang mereka jalani. Tetapi, mungkin Allah memberi media tarbiyah yang lain untuk mereka. Saya kira, penantian pun menjadi bagian dari tarbiyah. Allah menguji kualitas iman mereka. Toh, kepasrahan akan berakhir dengan kebahagiaan meski tak dnikmatinya di dunia.” (Kusmarwanti dalam Catatan Seorang ukhti).

Jujur aku takut menuliskannya, tapi itu adalah bagian dari takdir dan tarbiyah. Dan akupun tak tau berujung seperti apakah aku nanti, apakah dipertemukanmu di dunia? Atau pertemuan yang hanya berlangsung disurgaNya? Tapi kuberharap dapat bergandengan tangan denganmu didunia dan surgaNya.

Kita kembali luruskan niat cinta, perbaikan yang kita lakukan saat ini tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan pasangan yang terbaik tapi agar Allah lebih mencintai kita. Bukankah Allah adalah segala-galanya. Bahkan ku mencintaimu pun karenaNya.

(Untuk ayah anak-anakku, yang namanya tlah tertulis di Lauhul mahfudz untukku…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar