Jumat, 08 Maret 2013

Seperti Apa Aku Mati ?



Aku masih ingat, saat itu aku masih sangatlah kecil umurku baru 7 tahun. Entahlah, apa yang menggerakkan pikirianku bahwa aku mau mati dan kehidupan di surga itu indah. Lalu ku mulai ritual kematianku, terinspirasi dari film-film luar negeri yang ku tonton di TV tetangga, meninggalnya cantik di temani bunga-bunga. Kumulai dengan mempersiapkan tempat ku bersemayam, ya bermodal papan tulisku yang tingginya lebih tinggi dikit dari tubuhku, bunga-bunga yang ada di halaman rumah, dan kain batik kepunyaan mama.

Kuhias papan tulis itu sedemikian rupa karena itu akan jadi tempat pembaringanku, selesai menghiasnya, aku tidur diatasnya dan berselimutkan kain batik. Dalam hati ku berguma “saatnya aku mati”. Ku coba diam dan pejamkan mata beberapa saat, saat ku buka “kok aku ga ada di surga, kok aku ga mati”. Akhirnya akupun tertidur dan saat aku bangun ku kira aku sudah di surga tapi ternyata masih di dunia.

Setelah ku tumbuh dewasa, ingin ku tertawai aksi-aksi kecilku itu. Aneh, mati itu sakit dan ada proses yang menyebabkannya. Ya ku tau mati itu masuk surga, tapi ternyata saat umur 7 tahun itu berlalu ada yang namanya neraka.  Ahh, aku ngiri sebenarnya membayangkan kehidupan akheratku tapi aku yakin disetiap doaku, ku pinta surga.. untukku dan seluruh keluarga… Surga itu bukan karena amalku, ya tak pantaslah ku membanggakan akan amal kebaikan yang aku lakukan karena toh amal keburukan pun masih terus berpacu dan amal kebaikan yang ku lakukanpun tak bisa menganti nikmat yang Allah berikan walau satu biji matapun. Hanya Rahmat dan kasih sayangnya lah ku bisa bermain ditaman-taman surgaNya, bertetangga dengan Rasulullah dan melihat wajahNya. Aamiin.

Seperti apa aku mati? Itu rahasia Allah, yang miliki segala skenario hidupku. Dulu saat aku SMP, masa-masa hitam dalam hidupku. Aku merasa kehilangan arah dan pegangan saat emosiku sedang dalam tegangan tinggi, pribadi yang rendah diri, merasa semua di nilai dari fisik, dan aku merasa perempuan buruk rupa,  nilai-nilai raportku yang indah saat SD dulu entah kemana, dan aku sangat jauh dari Allah sangat jauh. Pernah dalam satu momentum, aku ingin bunuh diri, menyelesaikan kehidupanku yang tak aku sukai ini. Ya mati sepertinya pilihan yang indah. Tapi Allah masih sayang niat itu terurungkan. Saat ayah bilang “ayuk, SMA nya di bogor, nanti tinggal di asrama.” Pikiran aneh ku datang, bogor bukannya perempuan bogor itu cantik-cantik dan aku jelek, orang-orang sana pintar dan aku bodoh. Wuahhh, pikiran aneh itu terus berkeliaran didiriku. Aku terpojok disudut kamar menangisi diri ini, aku katakan “ayuk tuh jelek, ayuk tuh jelek..” saat itu ada mama, ku lihat cemas diwajahnya, mama bilang “ ayuk kenapa ngomong seperti itu? ayuk dak suka terlahir dari anak mama dan ayah. Semua yang ada di ayuk adalah karunia”. Ahh, ingat saat itu aku hanya meringgis saat diri ini hanya korban atas ketidak bijakan diri pada kehidupan.

Memasuki dunia baru, dan tak seperti apa yang ku pikirkan. Dengan skenarionya aku temukan api kehidupan. Ya, aku menemukan satu titik terang dihatiku. Saat aku mulai jatuh cinta pada Penciptaku, saat aku tau tujuan aku diciptakan. Aku merasakan manisnya iman, aku merasakan nikmatnya sujud, beribadah menghambaNya. Aku merasakan indahnya syukur dan aku yakin bahwa aku cantik, ya cantik… karena aku diciptakan dengan sebaik-baiknya penciptaan dan setiap manusia miliki kelebihan dan kekurangannya masihng-masing. Aku cantik, karena Allah tak lihat dari fisikku tapi dari amal dan iman didadaku. Aku bersyukur sangat bersyukur atas hidayah yang Allah berikan walau pada perjalanannya banyak krikil-krikil yang menghambat lajuku. Ku katakan, bahwa ini adalah titik revolusiku menjadi diri yang baru, diri yang dicintai Allah dan mencintai Allah.

Seperti apa aku mati? Aku tak tahu, seperti apa aku mati. Aku katakan pada Allah “ Ya Allah ambillah nyawaku bila tugas-tugas pengabdianku di dunia sudah selesai atau ambillah nyawaku saat diri ini tak bisa lagi bermanfaat bagi agamamu, umatmu dan ambillah nyawaku bila aku nanti diberi umur panjang aku akan berbuat banyak kerusakan. Kadang pikiran anehku muncul, aku meng visualisasikan cara aku mati. Suatu saat kala aku menyebrang jalan, mungkin aku akan tertabrak mobil. Lalu ku katakan dalam hati, tunggu dulu  ya Allah, kasihan bila yang menabrakku nanti adalah seorang ayah yang miliki keluarga dan anaknya banyak siapa yang akan jadi tulang punggung keluarga. Bila ia menabrakku dan masuk penjara. Bagaimana yang menabrakku adalah orang baik-baik, kasihan dia, kasihan keluarganya. Lalu ku berguma “enaknya kalau aku mati ditabrak mobil, yang nabrak itu orang yang mau melakukan kejahatan dan dia menabrak tubuh lemahku tertundalah ia melakukan kejahatan serta saat dipenjara nanti ia menemukan manisnya iman, indah bukan”. Saat aksi di Jakarta waktu itu, aku fikir akan mati disana  “bentuk jihadku kataku” tapi ternyata saat ku tiba disana aku masih baik-baik saja dan aku tak menjemput kematian disana Atau kematianku karena aku sakit, tapi kasihan orang yang mengurusku serasa menyusahkan, rasanya sedih menjadi beban untuk orang yang kita cintai.

Bila aku boleh memesan, aku ingin pinta ke Allah umurku panjang. Pada sisa-sisa umur itu aku menanam benih kebaikan dan nikmat panennya bisa dirasakan umat. Mungkin saat itu tubuhku sudah renta tapi aku bisa melihat pancaran senyum kesuksesan anak dan cucuku, aku bisa merasakan ketaatan mereka pada Allah, aku bisa melihat mereka menjadi pribadi yang menebar manfaat. Hari itu hari jumat, saat bulan Ramadhan selepasku menunaikan shalat, wudhu masih melekat diwajahku, nasehat telah terpatrikan dihati-hati keturunanku, sekilas kulihat wajah teduh suamiku pria yang sangat ku cintai, ku belai wajahnya, ia mengecup keningku, dan ku cium hikmat tangannya. Dalam pembaringanku aku katakan “ abang, aku pulang dulu, ku nantikan kau disurgaNya, ku titip cintaku, jaga diri dan imanmu cinta, tebar manfaat dan semai cinta dihati umat, ku tutup dengan senyuman dan syahadat padaNya “ Laa…ilaaha…illa..llah…, Muham..mad.. Ra..sul.. Al…lah” . Rasanya memang sakit tapi ku rasakan nikmatnya surga telah didepan mataku. Kematian yang indah, Allah ku ingin kematian seperti itu, dan Allah jawab “maka pantaskan diri, hambaKU”.

Seperti apa aku mati? Aku tak tahu dan aku hanya dapat mempersiapkannya saja. Teringat kata seorang Syeikh, "Saat kita lahir diadzankan dan diiqomatkan, pada saat kita mati, kita dishalatkan. Berarti waktu hidup kita didunia hanya antara batas waktu menunggu shalat setelah adzan, sangat singkat.. dan mengapa kita sering lupa, menukar kehidupan akherat yang sangat panjang dengan dunia yang sekejap mata."
Ya Allah jadikan akhir hidupku khusnul khatimah. Aamiin… :’)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar