Aku masih ingat, saat itu aku masih sangatlah kecil umurku
baru 7 tahun. Entahlah, apa yang menggerakkan pikirianku bahwa aku mau mati dan
kehidupan di surga itu indah. Lalu ku mulai ritual kematianku, terinspirasi
dari film-film luar negeri yang ku tonton di TV tetangga, meninggalnya cantik
di temani bunga-bunga. Kumulai dengan mempersiapkan tempat ku bersemayam, ya
bermodal papan tulisku yang tingginya lebih tinggi dikit dari tubuhku,
bunga-bunga yang ada di halaman rumah, dan kain batik kepunyaan mama.
Kuhias papan tulis itu sedemikian rupa karena itu akan jadi
tempat pembaringanku, selesai menghiasnya, aku tidur diatasnya dan
berselimutkan kain batik. Dalam hati ku berguma “saatnya aku mati”. Ku coba diam dan pejamkan mata beberapa saat,
saat ku buka “kok aku ga ada di surga,
kok aku ga mati”. Akhirnya akupun tertidur dan saat aku bangun ku kira aku
sudah di surga tapi ternyata masih di dunia.
Setelah ku tumbuh dewasa, ingin ku tertawai aksi-aksi
kecilku itu. Aneh, mati itu sakit dan ada proses yang menyebabkannya. Ya ku tau
mati itu masuk surga, tapi ternyata saat umur 7 tahun itu berlalu ada yang
namanya neraka. Ahh, aku ngiri
sebenarnya membayangkan kehidupan akheratku tapi aku yakin disetiap doaku, ku
pinta surga.. untukku dan seluruh keluarga… Surga itu bukan karena amalku, ya
tak pantaslah ku membanggakan akan amal kebaikan yang aku lakukan karena toh
amal keburukan pun masih terus berpacu dan amal kebaikan yang ku lakukanpun tak
bisa menganti nikmat yang Allah berikan walau satu biji matapun. Hanya Rahmat
dan kasih sayangnya lah ku bisa bermain ditaman-taman surgaNya, bertetangga
dengan Rasulullah dan melihat wajahNya. Aamiin.
Seperti apa aku mati? Itu rahasia Allah, yang miliki segala
skenario hidupku. Dulu saat aku SMP, masa-masa hitam dalam hidupku. Aku merasa
kehilangan arah dan pegangan saat emosiku sedang dalam tegangan tinggi, pribadi
yang rendah diri, merasa semua di nilai dari fisik, dan aku merasa perempuan
buruk rupa, nilai-nilai raportku yang
indah saat SD dulu entah kemana, dan aku sangat jauh dari Allah sangat jauh. Pernah
dalam satu momentum, aku ingin bunuh diri, menyelesaikan kehidupanku yang tak
aku sukai ini. Ya mati sepertinya pilihan yang indah. Tapi Allah masih sayang
niat itu terurungkan. Saat ayah bilang “ayuk,
SMA nya di bogor, nanti tinggal di asrama.” Pikiran aneh ku datang, bogor
bukannya perempuan bogor itu cantik-cantik dan aku jelek, orang-orang sana
pintar dan aku bodoh. Wuahhh, pikiran aneh itu terus berkeliaran didiriku. Aku
terpojok disudut kamar menangisi diri ini, aku katakan “ayuk tuh jelek, ayuk tuh jelek..” saat itu ada mama, ku lihat
cemas diwajahnya, mama bilang “ ayuk
kenapa ngomong seperti itu? ayuk dak suka terlahir dari anak mama dan ayah.
Semua yang ada di ayuk adalah karunia”. Ahh, ingat saat itu aku hanya
meringgis saat diri ini hanya korban atas ketidak bijakan diri pada kehidupan.
Memasuki dunia baru, dan tak seperti apa yang ku pikirkan.
Dengan skenarionya aku temukan api kehidupan. Ya, aku menemukan satu titik
terang dihatiku. Saat aku mulai jatuh cinta pada Penciptaku, saat aku tau
tujuan aku diciptakan. Aku merasakan manisnya iman, aku merasakan nikmatnya
sujud, beribadah menghambaNya. Aku merasakan indahnya syukur dan aku yakin
bahwa aku cantik, ya cantik… karena aku diciptakan dengan sebaik-baiknya
penciptaan dan setiap manusia miliki kelebihan dan kekurangannya
masihng-masing. Aku cantik, karena Allah tak lihat dari fisikku tapi dari amal
dan iman didadaku. Aku bersyukur sangat bersyukur atas hidayah yang Allah
berikan walau pada perjalanannya banyak krikil-krikil yang menghambat lajuku.
Ku katakan, bahwa ini adalah titik revolusiku menjadi diri yang baru, diri yang
dicintai Allah dan mencintai Allah.
Seperti apa aku mati? Aku tak tahu, seperti apa aku mati.
Aku katakan pada Allah “ Ya Allah
ambillah nyawaku bila tugas-tugas pengabdianku di dunia sudah selesai atau
ambillah nyawaku saat diri ini tak bisa lagi bermanfaat bagi agamamu, umatmu
dan ambillah nyawaku bila aku nanti diberi
umur panjang aku akan berbuat banyak kerusakan. Kadang pikiran anehku
muncul, aku meng visualisasikan cara aku mati. Suatu saat kala aku menyebrang
jalan, mungkin aku akan tertabrak mobil. Lalu ku katakan dalam hati, tunggu
dulu ya Allah, kasihan bila yang
menabrakku nanti adalah seorang ayah yang miliki keluarga dan anaknya banyak
siapa yang akan jadi tulang punggung keluarga. Bila ia menabrakku dan masuk
penjara. Bagaimana yang menabrakku adalah orang baik-baik, kasihan dia, kasihan
keluarganya. Lalu ku berguma “enaknya kalau aku mati ditabrak mobil, yang
nabrak itu orang yang mau melakukan kejahatan dan dia menabrak tubuh lemahku
tertundalah ia melakukan kejahatan serta saat dipenjara nanti ia menemukan
manisnya iman, indah bukan”. Saat aksi di Jakarta waktu itu, aku fikir akan
mati disana “bentuk jihadku kataku” tapi ternyata saat
ku tiba disana aku masih baik-baik saja dan aku tak menjemput kematian disana Atau
kematianku karena aku sakit, tapi kasihan orang yang mengurusku serasa
menyusahkan, rasanya sedih menjadi beban untuk orang yang kita cintai.
Bila aku boleh memesan, aku ingin pinta ke Allah umurku
panjang. Pada sisa-sisa umur itu aku menanam benih kebaikan dan nikmat panennya
bisa dirasakan umat. Mungkin saat itu tubuhku sudah renta tapi aku bisa melihat
pancaran senyum kesuksesan anak dan cucuku, aku bisa merasakan ketaatan mereka
pada Allah, aku bisa melihat mereka menjadi pribadi yang menebar manfaat. Hari
itu hari jumat, saat bulan Ramadhan selepasku menunaikan shalat, wudhu masih melekat
diwajahku, nasehat telah terpatrikan dihati-hati keturunanku, sekilas kulihat
wajah teduh suamiku pria yang sangat ku cintai, ku belai wajahnya, ia mengecup
keningku, dan ku cium hikmat tangannya. Dalam pembaringanku aku katakan “ abang, aku pulang dulu, ku nantikan kau
disurgaNya, ku titip cintaku, jaga diri dan imanmu cinta, tebar manfaat dan
semai cinta dihati umat, ku tutup dengan senyuman dan syahadat padaNya “ Laa…ilaaha…illa..llah…, Muham..mad..
Ra..sul.. Al…lah” . Rasanya memang sakit tapi ku rasakan nikmatnya surga
telah didepan mataku. Kematian yang indah, Allah ku ingin kematian seperti itu,
dan Allah jawab “maka pantaskan diri,
hambaKU”.
Seperti apa aku mati? Aku tak tahu dan aku hanya dapat
mempersiapkannya saja. Teringat kata seorang Syeikh, "Saat kita lahir diadzankan dan diiqomatkan, pada saat kita mati, kita dishalatkan. Berarti waktu hidup kita didunia hanya antara batas waktu menunggu shalat setelah adzan, sangat singkat.. dan mengapa kita sering lupa, menukar kehidupan akherat yang sangat panjang dengan dunia yang sekejap mata."
Ya Allah jadikan
akhir hidupku khusnul khatimah. Aamiin… :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar