Seperti layaknya
perempuan menikah lainnya, saya menjalani banyak peran sekaligus dalam hidup.
Sebagai hamba Allah, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai anak, sebagai mitra
dari relasi-relasi bisnis saya, sebagai pembina dari adik-adik pengajian saya,
sebagai pemegang amanah dakwah dan tentunya sebagai tetangga dalam kehidupan
sosial saya.
Hal itu bukanlah
sesuatu yang fantastis, masih banyak wanita lain yang memiliki tanggung jawab
yang lebih besar dari saya. dan tentunya aktivitas yang lebih padat dari saya.
Jujur, menjalankan
banyak peran dalam hidup bukan hal yang mudah. 24 jam dalam sehari harus saya
bagi dengan adil untuk semua peran saya. Dan bagaimana sampai hari ini saya
bisa tetap kuat menjalani semua peran yang melelahkan itu?
Jawabannya adalah
karena ada suami yang selalu menguatkan saya. jika tanpa perantara beliau yang
dititipkan Allah untuk saya, maka mungkin impian hidup saya akan semakin
terkikis dengan rutinitas fana.
Hati saya selalu sejuk
jika mendengar nasihatnya ketika hati, pikiran dan raga ini mulai lelah dengan
berbagai dinamika kehidupan.
Misalnya dengan
beberapa dialog kecil saya dengannya berbagai kesempatan:
“Abi, sepertinya saya
tak punya banyak waktu untuk menulis lagi. Buku yang hampir rampung pun, belum ummi
sentuh lagi sejak lama, karena banyak sekali urusan. Susah sekali mencari waktu
luang. Ujarku dengan nada pesimis.
Suamiku berkata, “
Ummi, tahukah, seorang yang punya impian besar itu tak pernah bicara,
‘bagaimana mencari waktu luang’, karena yang selalu ia pikirkan adalah,
bagaimana meluangkan waktu untuk menjalankan semua peran dan kewajibannya. Maka
bukan bab hidup mengalir saja lagi yang dijalani orang bermimpi besar, tapi
mengalirkan hidup sesuai rencana yang telah dirancang dengan manajemen waktu
yang sudah ditata sebaik-baiknya.
Ayolah ummi pasti
bisa. Jika yang bisa ummi lakukan adalah mencerahkan orang lain lewat tulisan,
maka terus lakukan, karena ketika memutuskan untuk berhenti, maka hilanglah
satu kesempatan amal baik kita untuk banyak orang. Hiduplah tak hanya untuk
diri sendiri, tapi untuk orang banyak. Seperti yang dikatakan Sayyid Qutub,
“Orang yang hidup hanya untuk diri sendiri akan mati sebagai orang kerdil,
sedang orang yang hidup untuk orang banyak akan mati sebagai orang besar!”
Nyess… sejuklah hati
saya mendengarnya. Maka sejak itu, saya selalu bertekad memanage waktu dengan
baik, meskipun urusan anak, dapur, sumur, dan sebagainya menjadi rutinitas yang
terkadang melelahkan ketika beriringan dengan agenda mengisi seminar atau kajian,
bertemu relasi bisnis, merampungkan buku yang tak kunjung selesai, arisan
sebagai sarana sosial, dan pengajian-pengajian yang harus saya ikuti.
Kali lain, saya pernah
bersedih karena bisnis saya mengalami ujian cukup berat, hingga sedikit
melenceng dari plan bisnis yang telah kami buat, maka dengan kelembutan suami
saya memotivasi.
“Ummi, pebisnis besar
itu adalah seseorang yang selalu siap menghadapi gelombang. Jika ia menargetkan
untuk sukses di tahun ke -10 bisnisnya, maka ia siap jika mendapatkan hantaman
pada TAHUN pertama. Namun jika seseorang menargetkan untuk sukses di tahun
pertama, maka ia harus siap dihantam oleh berbagai ujian dab kesulitan di BULAN
pertama!
Jangan sedih, karena
seperti halnya Rosul dan Khadijah, para pebisnis tangguh, mereka menghadapi
kesuliyan dalam berbisnis dengan senyuman, karena disitulah berkahnya.
Subhanallah…. Lerai
sudah beban yang menghimpit hati saya saat itu. hingga semangat saya makin
besar untuk membesarkan bisnis ini. Tak ada hal apapun yang bisa melemahkan
saya mencapai kesuksesan. Alhamdulilah, energi positif yang ditularkan suami
untuk saya membawa perubahan yang sangat besar bagi kemajuan bisnis saya.
nikmat mana lagi yang harus saya dustakan, memiliki suami yang memiliki impian
besar!
Kali lain, saya pernah
kesal, karena berbagai masalah hadir dalam waktu yang bersamaan dalam satu
hari. Bayangkan, saya harus memulai hari, di pagi hari dengan keadaan: asisten
rumah tangga bolos kerja tanpa kabar, karyawan ada yang bermasalah membutuhkan
saya turun tangan langsung saat itu, dan deadline saya untuk menyiapkan materi
untuk mengisi seminar di siang harinya. Pusing bukan kepalang saat itu, karena
jika biasanya saya menyelesaikan pekerjaan dengan mudah karena dibantu asisten
rumah tangga, maka saat itu harus melakukan semua sendiri. Belum lagi karyawan
yang bermasalah menyita pikiran saya saat itu.
Dengan penuh kesabaran
suami suami saya memberikan efek sedatif dengan nasehatnya:
“Ummi, orang yang
memiliki impian besar tak kan kalah dengan urusan yang remeh temeh. Ia tak kan
menyediakan ruang hatinya untuk diisi beban hidup yang memberati langkahnya.
Terlalu besar impiannya untuk sekedar memikirkan perbuatan buruk orang lain
kepadanya, terlalu besar impiannya untuk mempersilahkan hatinya memiliki rasa
kesal dan dendam terhadap orang lain yang mendzolimi. Karena itu akan
memperlambat langkahnya menuju impian besarnya.
Analoginya seperti
sang pendaki gunung, jika ia mampu melepas beban-beban yang memberati punggung
dari ranselnya, maka ia akan lebih mudah mencapai puncak gunung. Begitupun kita
jika kita mau melepaskan berjuta beban yang membebani pikiran kita, coba
mengikhlaskan segala sesuatu yang dilakukan orang pada kita, maka hidup ini
akan lebih ringan”.
Duh , lagi-lagi saya
malu dengan kekerdilan diri saya. betapa sempit dunia yang tak mendengar petuah
sebijak ini…
Terima kasih cinta.
Begitulah suamiku. Sosok yang selalu dapat menjadi efek sedatif yang
menenangkan bak cokelat bagi saya. selain itu, beliau selalu menyediakan waktu
terbaiknya untuk saya dan untuk buah hati kami. Sibuknya agenda pekerjaan dan
dakwahnya tak ‘kan mengurangi kuantitas dan kualitas kebersamaan kami.
-Melly Raharjo, Ajari Anakmu Cinta-
Ehmmm, mupeng deh punya suami kayak teh melly (Loh..
*plak*maksudnya karakternya gitu….).. Cinta itu membangun seseorang yang
dicintainya menjadi lebih baik, cinta itu memotivasi orang yang dicintainya
untuk mengejar impiannya, meluruskan saat ia bengkok, dan tak pernah ingin
membuat yang tercinta terus dalam kelenaan dunia tapi mengingatkan akan
abadinya akherat… jadi ingat cerita cinta abadi dua anak manusia yang di
rindukan surga, Muhammad saw dan Khadijah ra… Saya katakan bahwa laki-laki
hebat akan berdampingan dengan perempuan hebat pula. Betapa Ummul Mukminin
Khadijah bisa menjadi Katalisator bagi seorang Muhammad, tak bisa dibayangkan
bila disamping Rasulullah adalah perempuan yang hanya bisa mengecilkannya. Tapi
tidak Allah mendampingkannya dengan Khadijah seorang perempuan yang gigih,
berpikir positif, serta bisa memberikan jalan solusi saat hati suaminya gundah.
Sikap Mulia Khadijah ra, ini dikomentari oleh Aisyah
Abdurrahman seperti berikut,”Adakah seorang perempuan, selain Khadijah, yang
sanggup memberikan suasan yang sangat kondusif bagi Rasulullah saw. Untuk melakukan
renungan yang panjang, dan sanggup mengorbankan apa yang dimilikinya (dengan
bentuk pengorbanan tingkat tinggi). Sehingga beliau benar-benar siap untuk
menerima risalah dari langit?
Adakan seorang istri, selain Khadijah, yang dapat menyambut
dakwah monumental yang dibawa oleh Rasulullah saw dari gua hira seperti yang
ditunjukan oleh Khadijah? Yakni, menyambutnya dengan penuh kelembutan, kasih
sayang, dan keimanan yang mendalam. Ia sama sekali tidak menodai keyakinan atas
kejujuran Muhammad dan tidak pula meninggalkan keyakinan bahwa Allah tidak
mungkin akan mencelakainya.
Adakah Seorang perempuan terpandang, kaya raya, hidup mewah,
dan senang, selain Khadijah, yang sanggup kehilangan segalanya yang selama ini
ia rasakan, seperti kenyamanan, kemewahan, dan kenikmatan, karena lebih memilih
untuk tetap mendampingi suaminya dalam menjalani masa-masa yang sangat sulit,
tetap mendukungnya saat menerima berbagai macam penderitaan dan intimidasi,
demi mempertahankan yang ia yakini sebagai kebenaran?
Tidak mungkin. Hanya Khadijah yang mampu melakukannya,
karena dialah perempuan yang ditetapkan oleh Allah untuk mendampingi kehidupan
orang yang dipilih olehNya sebagai nabi. Dialah orang pertama yang memeluk
islam dan Allah menjadikannya sebagai sumber perlindungan, ketenangan dan
dukungan bagi Rasulullah saw.
Masya Allah, harus banyak belajar dari sosok Ummul mukminin
Khadijah, yang bisa menjadi perempuan mulia yang mendukung segala perjuangan
suaminya, membenarkan perkataannya dan menjadi penenang bagi hati yang gundah..
Suatu ketika saat pertama kali Rasulullah mendapatkan Risalah, Beliau sangat
ketakutan lalu meminta diselimuti oleh Khadijah… Setelah tenang Rasulullah
berkata pada Khadijah, “Wahai Khadijah,
apa sebenarnya yang terjadi denganku?” Beliau menceritakan peristiwa di Gua
Hira.’Beliau menutupnya dengan mengatakan “Aku
sangat Takut.”
Mendengar semua itu, Khadijah ra. Berkata dengan tenang, “Jangan khawatir. Berbahagialah,
sesungguhnya, Allah tidak mungkin akan menghinakanmu dengan kejadian itu.
selama ini, engkau selalu menyambung silahturami, jujur dalam berbicara,
meringankan beban orang yang susah, membantu orang yang lemah, menghormati
tamu, dan mendukung setiap hal yang mengandung kebenaran.” Lalu Khadijah mengajak
Rasulullah menemui Waraqah bin Nafal.
Saya yakini, bahwa perempuan baik hanya untuk laki-laki yang
baik pula, laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik pula. Masih
ingat perkataan Guru ngaji saya.. “
Akhwat, bila suatu saat datang ke kalian seorang ikhwan yang ingin melamar.
terus dia tidak bisa menjelaskan mimpi-mimpinya, dia tidak memiliki mimpi yang
besar, jiwa yang besar dan dia tidak tau mau membawa rumah tangga kalian
seperti apa? Berpikirlah 1000 kali menjadikan ia Qawwam dalam hidup kalian. Karena,
jika orang yang kita cintai tak menjadikan kita lebih besar, lebih bermakna,
lebih berkembang dalam hidup, maka cinta itu bukanlah yang terindah buat kita!”.
Ahhh, saya yang tersenyum dan berkata dalam hati,”Terus perbaiki diri saja, bukan karena menginginkan pasangan yang baik
karena itu hanya bentuk efek tapi hanya Allah, supaya Allah mencintai saya… dan
saya yakini perempuan peradaban akan berdampingan dengan lelaki peradaban…”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar