Rabu, 03 April 2013

Mendengarkan itu Tidak Mudah


Mendengarkan, mungkin memang tidak mudah. Karena manusia seringkali dihinggapi penyakit tinggi hati, merasa lebih berilmu, lebih berpengalaman lebih terhormat, lebih hebat dan sebagainya. Seringkali dengan ilmu pengetahuan yang tak seberapa, kita lantas merasa lebih pandai dari orang yang sedang berbicara, lalu enggan untuk mendengarkan pembicaraannya. Terkadang dengan kedudukan dan jabatan yang kita sandang kita pun merasa lebih tahu tentang segala persoalan, sehingg tidak butuh masukan dan pendapat orang lain. Atau kadang pula karena usia yang lebih tua, kita merasa lebih pantas untuk didengarkan orang yang lebih muda.

Seorang pemimpin tidak pantas jika hanya terus menerus berbicara dan memerintah, tetapi ia perlu untuk mendengarkan keinginan orang-orang yang dipimpinnya. Sebaliknya, orang-orang yang dipimpin juga tidak boleh hanya terus menerus memprotes dan mengkritik, tetapi ia juga harus menjalankan perintah dan kebijakan yang ditujukan kepada mereka, selagi perintah itu tidak bertentangan dengan ketentuan Allah dan RasulNya.

Orang yang banyak berbicara banyak pula kesalahannya. Begitu kata ahli hikmah. Semakin sering kita berbicara makin sering banyak kesalahan yang terucap. Orang yang memelihara diri dari banyak berbicara dengan memilih diam dan hanya mendengarkan maka akan terselamatkan dari banyak celaan dan kesalahan. Pribadinya akan selamat dari fitnah, menyinggung perasaan orang, dan terhindar dari
perdebatan yang tidak bermanfaat.

Kalau bicara itu perak, dan diam itu emas, maka pendengar yang baik lebih mulia dari dua benda berharga itu. pendengar yang baik adalah pribadi yang dibutuhkan dan disukai oleh semua orang.

(Tarbawi edisi 176, Maret 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar